Berkunjung ke negara lain kalau kata orang-orang tidak pas kalau tidak mengunjungi icon atau tempat wisata yang menjadi ciri khas negeri tersebut. Tapi tidak untuk saya pribadi, buat saya mengunjungi negeri orang berarti waktunya untuk menambah cita rasa akan makanan dan menambah ilmu terkait dengan makanan lokal negara tersebut. Karena saya yakin bahwa di tiap negara memiliki bahan dan rempah yang belum tentu bisa ditemui di negara lain. Oleh karena itu setiap berkunjung ke negeri orang saya selalu menyempatkan diri untuk mengikuti cooking class di negeri tersebut. Bukan untuk apa-apa, melainkan untuk memperkaya lidah dengan berbagai rasa. Apalagi buat saya yang hobi memasak, hal ini sangatlah penting. Saya bukanlah tipikal orang yang suka masak mengikuti resep, melainkan lebih suka memasak dengan memadu padankan berbagai bahan menjadi sesuatu yang baru dan berbeda. Oleh karena itu, mencari tahu rasa makanan dan cara membuatnya adalah priceless experience yang membuat saya menjadi familiar dengan berbagai rasa dan menginspirasi saya untuk memadu padankan mereka demi menciptakan rasa baru yang unik namun juga nikmat di lidah.
Tentu saja keinginan untuk menambah skill and experience juga menjadi salah satu motivasinya, karena semua kegemaran memasak ini belajar sendiri dari hasil observasi dan juga trial and error tanpa pernah ada siapapun yang mengajari. Jadi tentunya belajar dari para professional adalah suatu hal yang luar biasa menyenangkan menurut saya pribadi.
Meskipun awalnya sama sekali gak kepikiran untuk menjadikan memasak adalah agenda wajib tiap travelling, tapi semenjak ada acara yang maaf kalau boleh saya sebut yaitu “Master Chef Indonesia” saya menjadi sangat antusias. Maklum lah dulu sempet udah beli dan isi formulirnya, tapi karena audisinya berbarengan dengan interview kerja jadinya skip deh. Hahaha… Dan ternyata belajar dari para professional it was amazing experience. Berharap nantinya ada acara “Master Chef World” terus bisa ikutan dan kemudian menang… Amin amin… Huahaha… Ngimpi banget deh ah… Yah namanya mimpi kan… Setiap orang berhak memilikinya… Hehehe…
Well… Oke kayaknya kebanyakan basa-basi kayanya, hehehe… Jadi di postingan kali ini saya akan sedikit berbagi pengalaman bagaimana belajar memasak di negeri orang. Semoga bisa bermanfaat buat mereka yang mungkin memiliki hobi memasak dan ingin merasakan pengalaman baru dalam dunia memasak.
- Korea
Siapa sih yang gak tau negara yang satu ini?! Budaya K-Pop dan drama-drama Korea pasti gak sedikit yang suka dengan negeri yang satu ini. Soal kuliner Korea juga gak kalah sama Jepang. Korea punya banyak makanan khas tradisional yang mendunia, seperti bulgogi, bibimbap, kimchi, dan masih banyak yang lainnya. Belajar masak di Food and Culture Academy adalah pertama kalinya saya belajar masak saat travelling. Belajar masak di Food and Culture Academy ini sangat menyenangkan karena selain gurunya juga cantik, seusai kelas mereka memberikan sertifikat tanda kita telah belajar secara professional. Waktu itu untuk bisa mengikuti kelas memasak ini saya merogoh kocek kurang lebih 50.000 Won atau sekitar kurang lebih 500 ribu rupiah. Melihat harga di websitenya sepertinya harganya sudah naik sekarang.
Kelas yang saya ikuti waktu itu adalah memasak Bibimbap. Berhubung pada waktu itu saya hanya seorang diri jadilah pada saat itu kelas yang saya ikuti menjadi kelas privat. Belajar disini juga menyenangkan karena kita diberitahukan sejarah makanan tersebut, point-point penting yang harus diperhatikan ketika memasak serta kita betul-betul seorang diri ketika memasak. Teknik yang mereka lakukan adalah kita mengikuti apa saja yang mereka lakukan. Dalam hal ini gurunya juga ikut membuat makanan yang akan kita buat. Jadi ibarat kata kita hanya mencontek saja apa yang dilakukan oleh sang guru. Dan sang pengajar tidak membantu kita dalam memasak, mulai dari cutting, seasoning, cooking and tasting kita melakukannya sendiri. Sang guru hanya memantau dan menginformasikan juga ada yang salah. Saya suka dengan teknik mengajar mereka yang membiarkan muridnya aktif melakukan semuanya sendiri di dalam kelas. Namun ada yang saya kurang suka karena segala sesuatunya dilakukan saklek sesuai dengan resep. Yang notabene jumlah takaran seperti garam dan lain sebagainya dibumbui seperti yang tertulis di resep. Tapi overall saya suka dengan didikan Food and Culture Academy ini dan tentunya mendapatkan sertifikat menjadi kebanggaan tersendiri buat saya pribadi.
Positive: reasonable price, receive certificate participation, student learning by doing same thing, staff initiative take photos and share it.
Negative: only one dishes in one session, based on recipe (can’t improve).
- Thailand
Siapa sih yang gak kenal dengan Tom Yum?! Bisa dibilang Thailand adalah raja dalam kuliner di Asia Tenggara. Setelah belajar dari Korea, saya begitu exciting mengikuti kelas memasak di Thailand. Namun sayang pada waktu itu saya terlambat sehingga saya kehilangan moment pergi ke pasar tradisional bersama si chef. Sangat disayangkan karena merupakan hal yang sangat saya nantikan karena pasti akan banyak ilmu yang bisa didapat ketika market tour. Saya mengikuti kelas memasak di Bangkok Thai Cooking Academy dan ketika itu kebetulan ada sekitar 4-5 orang yang mengikuti kelas yang sama, jadi saya tidak privat kali ini.
Masakan yang dimasak di Bangkok Thai Cooking Academy ini sangat beragam. Kita bisa memilih hari sesuai dengan masakan yang ingin kita pelajari. Makanan yang saya masak pada waktu itu green curry, tom yum, pomelo salad, serta chicken satay with peanut sauce. Dengan merogoh kocek sekitar 1200 Baht atau sekitar kurang lebih 450 ribu rupiah, selain lebih murah, saya juga mendapatkan banyak resep dibandingkan ketika belajar di Korea. Hal yang saya suka dari kelas memasak disini adalah bukan hanya kita melakukan semuanya sendiri, melainkan kita juga dibebaskan untuk berkreasi. Mulai dari menumbuk rempah-rempah, membuat garnish, hingga memberikan bumbu. Kita tidak harus saklek dengan resep, jika kita suka pedas kita bebas menambahkan cabai, jika rasa kurang mantap kita juga diberi kebebasan memberikan garam serta bumbu lainnya sendiri.
Jika tidak menyukai suatu bahan misalnya coriander, kita juga boleh tidak menggunakannya. Tanpa mengurangi bumbu dasarnya kita bisa membuat masakan sendiri yang menurut kita pas. Urutan memasak pun dilakukan secara teratur tanpa membuat kita bingung akan masakan yang akan kita buat. Satu hal yang membuat saya kurang suka hanyalah ketika ada hasil kerja kita yang dicampur dengan milik orang lain. Seperti saat membuat garnish, hasil crafting orang lain dengan milik kita dijadikan satu saat direndam dengan air es. Hal ini membuat potongan kita yang dengan susah payah rapi harus bercampur dengan potongan orang lain yang kacau balau. Walaupun demikian, saya paling suka dengan metode pengajaran disini karena mulai dari mengolah bumbu, cutting, seasoning, cooking, hingga plating semua dilakukan sendiri dan dibebaskan berkreasi. Jadi hasil masakan kita dengan orang lain akan berbeda dari segi rasa juga cara penyajiannya.
Positive: cheap price, free to improve, cooking in order, class include market tour.
Negative: no certificate, not private, mixing our stuff with other student, nobody help taking photos, place little bit uncomfort but still OK.
- Taiwan (Taipei)
Mencari cooking class Taiwan alias di Taipei agak sedikit sulit. Karena mungkin berbeda dengan Korea dan Thailand yang memiliki ciri khas masakan yang mendunia, masakan Taiwan cenderung ke Chinese food sehingga agak sulit menemukan cooking school di Taipei. Tapi tentu saja tidak menyurutkan niat untuk belajar memasak di negeri Taiwan. Setelah mencari-cari, akhirnya saya menemukan kelas memasak bernama GoTuCooking alias memasak bersama Chef Tu. GoTuCooking ini dibandingkan kelas memasak di Thailand dan juga Korea bisa dibilang mahal harganya. Saya harus merogoh kocek 2850 NTWD atau setara dengan 1,2 juta rupiah. Namun dibandingkan kelas memasak lain di Taipei, memasak bersama chef Tu inilah yang paling murah. Beliau pun tidak mematok tambahan fee ketika kelasnya hanya saya seorang diri. So mau sendiri atau ramai-ramai harganya sama.
Sama seperti di Thailand, kita bisa memilih set menu masakan yang akan kita pelajari. Menu yang saya pilih waktu itu adalah Taiwan braised beef noodle soup, traditional food platter, pickled cabbage salad, dan home made noodles. Entah karena faktor masakan yang porsinya besar atau memang metode pengajarannya demikian, secara pribadi saya agak kurang nyaman karena ada beberapa part yang tidak bisa saya lakukan seperti di Thailand dan Korea, yaitu seasoning dan plating. Saya tidak bisa menakar bumbu dan memberikan garam atau seasoning-nya sendiri. Untuk masalah plating sebenarnya ketika kita request, chef Tu akan memberikan kesempatan kita untuk melakukannya, namun jika tidak maka sepertinya chef Tu yang akan melakukannya. (Pada saat plating traditional food platter dilakukan oleh Chef Tu, dan saat plating beef noudle soup jika saya tidak request saat itu, mungkin juga akan dilakukan oleh beliau). Berbeda dengan memasak di Thailand dan Korea dimana kita dituntut untuk melakukan plating sendiri bahkan tidak dibantu.
Urutan memasak sepertinya dilakukan seperti tahapan memasak di dapur pada umumnya. Kita tidak menyentuh kompor sampai semua proses cutting selesai. Kalau boleh jujur hal ini membuat saya bingung karena bahan masakan yang satu dan yang lain akan tercampur. Yah di dapur professional mungkin seperti ini, namun karena saya masih belajar menjadi rancu mana bahan untuk masakan A dan mana bahan untuk masakan B. Sebenarnya ketika memasak di Thailand juga prosesnya sama, kita tidak menyentuh kompor sampai semua proses cutting selesai. Hanya saja bahan untuk masakan satu dan lain dikelompokkan, sehingga lebih terstruktur proses memasaknya.
Namun ada satu hal yang menjadi cirri khas dari GoTuCooking ini yang menjadi nilai sangat-sangat plus. Keintiman dengan pengajar paling baik dibandingkan Thailand dan Korea. Chef Tu banyak memberikan tips-tips ketika memasak. Bahkan ilmu-ilmu yang seharusnya tidak diajarkan, Chef Tu dengan sangat sabar mengajarkannya. Mulai dari knife skill, cooking and seasoning tips, hingga bagaimana etika ketika berada di dalam dapur. Jujur ini adalah satu hal yang ingin saya pelajari dari para professional. Karena saya sadar, seseorang yang belajar secara khusus di dapur profesional dengan ibu-ibu yang memasak setiap harinya banyak sekali perbedaan. Dari cara memegang pisau misalnya, ketika proses cutting, di awal chef Tu langsung memberi tahu bahwa cara saya memegang pisau salah. (Well… Ya maklum ya orang amatiran… Hahaha…) Pada saat itu chef Tu langsung mengajari bagaimana cara memegang pisau yang benar ketika memasak. Sungguh didikan dan teguran seperti yang dilakukan oleh chef Tu ini adalah kelas memasak yang sangat saya dambakan. Jika cara memasak yang diajarkan oleh chef Tu bebas seperti di Thailand mungkin akan jadi kelas memasak yang sempurna menurut saya pribadi. Hehehe…
Positive: many tips and basic cooking skill you will learn, intimate with teacher, help take photos, really clean kitchen.
Negative: little bit expensive (but this is the cheapest one in Taipei), no certificate, cooking not in order (little bit confusing), possibility missed some cooking part (seasoning and plating done by teacher)
Well… Memang tidak ada yang sempurna, namun dari segi teknik pengajaran saya paling suka didikan memasak seperti yang dilakukan di Thailand. Kita melakukan semua sendiri, dan dibebaskan untuk berkreasi. Namun dari segi pelajaran yang dipelajari saya paling suka dengan didikan chef Tu di Taipei, karena bukan hanya masakan melainkan hal lain di dapur juga dipelajari. Namun secara overall saya paling suka ketika belajar memasak di Korea.
Yah tiap orang mungkin punya keinginan dan apa saja yang ingin dilakukan ketika belajar memasak. Namun buat saya pribadi jika ada kelas memasak yang murah dan bebas berimprovisasi seperti di Thailand, tips dan keakraban memasak seperti di Taipei, dan memperoleh sertifikat seperti di Korea akan menjadi kelas memasak yang sempurna menurut saya pribadi.
Gimana? Tertarik untuk belajar memasak di negeri orang? Semoga tulisan saya bisa memberikan inspirasi atau mungkin referensi untuk memilih kelas memasak ya…
Enjoy cooking…
Mas, pesen Tteokbokki 1. Dibungkus. Pakai rawitnya yg banyak ya. 😂😂😂
hahaha… :p
Trus kapan mau masakin akoh ?
kamunya kapan main ke jepang… hehehe…
Wahh jadi malu diriku, yg cewek aja ga hobi masak haha. Wahh bener banget menjajal smeua biar lidah kita bisa menyesuaikan ya wkwk noted lah
hahaha… cewe ga harus hobi masak kok… jahit atau hobi yg lain oke juga… hehehe
kalau aku malah jarang banget mencoba makanan khas daerah >.< lidahku ini susah banget nerima rasa baru
bagus banget ini blognya gw suka.
http://www.bundaparlay.com
bajunya keren anjay
http://www.nikitapoker.info/